Pengertian
Politik
Politik adalah kegiatan suatu bangsa
yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan,dan mengamandemen
peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya,yang tidak dapat terlepas
dari gejala koflik dan kerjasama[1]
Pengertian Politik Hukum
Seiring dengan perkembangannya, beberapa pakar mencoba untuk
mendifinisikan politik hukum itu sendiri diantara lain:[2]
1.Satjipto
Rahardjo = Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan
mengenai tujuan dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam
masyarakat.
2.Padmo
Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus = Politik Hukum adalah kebijaksanaan
penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan
sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat
berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.[3]
3.
L. J. Van Apeldorn = Politik hukum sebagai politik perundang – undangan .Politik
Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang – undangan .(
pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.
4.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto = Politik Hukum sebagai
kegiatan – kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai.
5.
Moh. Mahfud MD. = Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai
berikut :
a)
Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini
adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak
sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
b)
Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam
bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland
Mengutarakan
posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum
merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum
terbagi atas :
-Dogmatika
Hukum
-Sejarah
Hukum
-Perbandingan
Hukum
-Politik
Hukum
-Ilmu
Hukum Umum
Berdasarkan
karyanya Mahfud mencoba melihat hukum dari sisi yuridis sosio-politis, yaitu
menghadirkan sistem politik sebagai variabel yang mempengaruhi rumusan dan
pelaksanaan hukum. Berdasarkan hasil penelitiannya, Mahfud berkesimpulan bahwa
suatu proses dan konfigurasi politik rezim tertentu akan sangat signifikan
pengaruhnya terhadap suatu produk hukum yang kemudian dilahirkan. Dalam negara
yang konfigurasi politiknya demokratis, produk hukumnya berkarakter responsif
atau populistik, sedangkan di negara yang berkonfigurasi politiknya otoriter,
produk hukumnya berkarakter ortodoks atau konservatif atau elitis. Pernyataan
tersebut dapat disajikan da;am gambar sebagai berikut[4] :
Variabel
bebas Variabel Terpengaruh
konfigurasi
politik ---------------> Karakter Produk Hukum
Demokratis
---------------------> Responsif/Populistik
Otoriter
------------------------> Konservatif/Ortodoks/Elitis
Sifat
Politik Hukum
Politik hukum bersifat lokal dan partikular
yang hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja. Hal ini disebabkan
karena perbedaan latar belakang kesejarahan, pendangan dunia (world-view),
sosio-kultural dan political will dari masing-masing pemerintah. Meskipun
begitu, politik hukum suatu negara tetap memperhatikan realitas dan politik
hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan
negara lain inilah yang menimbulkan istilah politik hukum nasional.
Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip
oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan
Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari :
1. Politik Hukum yang Bersifat Tetap
(permanen)
Berkaitan dengan sikap ilmu hukum yang akan
selalu menjadi dasar kebijaksanaa pembentukan dan penegakan hukum. Bagi bangsa
Indonesia, politik hukum tetap antara lain :
a. Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem
hukum nasional
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik huku
yang berlaku adalah politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi
hukum (berlakunya satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia). Sistem hukum
nasional tersebut terdiri dari :
1) Hukum Islam (yang dimasukkan adalah
asas-asasnya)
2) Hukum Adat (yang dimasukkan adalah
asas-asasnya)
3) Hukum Barat (yang dimasukkan adalah
sistematiknya)
4) Sistem hukum yang dibangun adalah
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 :
a) Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa
pada warga negara berdasarkan suku,ras,dan agama. Kalaupun ada perbedaan
semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan
persatuan bangsa.
b) Pembentukan hukum memperhatikan
kemajemukan masyaraka. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
pembentukan hukum , sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam
pembentukan hukum . Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui
sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan
dalam pergaulan masyarakat.
b. Politik Hukum yang bersifat
temporer.
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang
ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan.
Sendi-Sendi Hukum Nasional
Pada dasarnya sistem hukum nasional Indonesia terbentuk atau
dipengaruhi oleh 3 sub-sistem hukum,yaitu[5]:
1. Sistem Hukum Barat, yang merupakan warisan para penjajah
kolonial Belanda, yang mempunyai sifat individualistik. Peninggalan produk
Belanda sampai saat ini masih banyak yang berlaku, seperti KUHP, KUHPerdata,
dsb.
2. Sistem Hukum Adat, yang bersifat komunal. Adat merupakan
cermin kepribadiansuatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan
dari abad ke abad
3. Sistem Hukum Islam, sifatnya religius. Menurut seharahnya
sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, Islam telah diterima oleh Bangsa
Indonesia.
Adanya pengakuan hukum Islam seperti Regeling Reglement, mulai
tahun 1855, membuktikan bahwa keberadaan hukum Islam sebagai salah satu sumber
hukum Indonesia nerdasarkan teori “Receptie”
Sistem Peradilan Indonesia dapat diartikan sebagai “suatu susunan
yang teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan
dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang
berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun
peradilan tata usaha negara, yang didasari oleh pandanganm, teori, dan
asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di Indonesia”.
Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Peradilan yang
diselenggarakan di Indonesia merupakan suatu sistem yang ada hubungannya satu
sama lain, peradilan/pengadilan yang lain tidak berdiri sendiri-sendiri,
melainkan saling berhubungan dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Bukti adanya
hubungan antara satu lembaga pengadilan dengan lembaga pengadilan yang lainnya
salah satu diantaranya adalah adanya “Perkara Koneksitas”.Hal tersebut terdapat
dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sistem Peradilan Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 24
Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang KekuasaanKehakiman.
Dalam Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai Pengadilan Khusus sebagai berikut
Dalam Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai Pengadilan Khusus sebagai berikut
1. Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan
Undang-Undang.
2. Pengadilan Syariah Islam di Provinsi Nangro Aceh
Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan paradilan umum sepanjang kewenangannya
menyangkut peradilan umum.
Sistem Peradilan di
Indonesia dan Penegaknya
Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem peradilan yang ada di
Indonesia sebagai berikut:
A. Mahkamah Agung
UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2005
I. Peradilan Umum
a. Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997)
b. Pengadilan Niaga (Perpu No. 1 Tahun 1989)
c. Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)
d. Pengadilan TPK (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002)
e. Pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004)
f. Mahkamah Syariah NAD (UU No. 18 Tahun 2001)
g. Pengadilan Lalu Lintas (UU No. 14 Tahun 1992)
II. Peradilan Agama
Mahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut
peradilan Agama.
III. Peradilan Militer
– Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang
berpangkat prajurit.
– Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota
TNI yang berpangkat perwira s.d kolonel
– Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang
berpangkat Jenderal.
– Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili
anggota TNI ketika terjadi perang.
IV. Peradilan Tata Usaha Negara
– Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2002)
V. Peradilan Lain-Lain
a. Mahkamah Pelayaran
b. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
B. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 Tahun 2003)
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah :
1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang
kewenangannya diberi oleh UUD 1945.
3. Memutus Pembubaran Partai Politik.
4. Memutus perselisihan tentang PEMILU.
5. Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan
Presiden/Wakil Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi,
suap, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.
Kebijakan dan
Program Pembangunan Hukum Nasional Menyangkut Materi Hukum, Aparatur Hukum,
Sarana dan Prasarana
A. Sekilas Sejarah
BPHN
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah instansi Pemerintah
yang bertugas melakukan pembinaan sistem hukum nasional secara terpadu dan
komprehensif sejak dari perencanaan sampai dengan analisis dan evaluasi
peraturan perundang-undangan.Hasil dari program dan kegiatan BPHN diarahkan
untuk mewujudkan tujuan pembangunan hukum nasional yang meliputi pembangunan
substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.[6]
Sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
No. M.03-PR.07.10 Tahun 2005 BPHN mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan
pengembangan hukum nasional dan memiliki fungsi:
-Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
penelitian dan pengembangan sistem hukum nasional, perencanaan pembangunan
hukum nasional, dokumentasi dan informasi hukum nasional serta penyuluhan
hukum.
-Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di
bidang pembinaan hukum nasional.
-Koordinasi dan kerja sama di bidang penelitian dan pengembangan
sistem hukum nasional, perencanaan pembangunan hukum nasional, dokumentasi dan
informasi hukum nasional serta penyuluhan hukum.
1.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
2.
Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Badan.
Pembangunan hukum nasional mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009. Sasaran politik hukum yang ingin diwujudkan
dalam tahun 2004-2009 yaitu terciptanya sistem hukum nasional yang adil
konsekuen, tidak diskriminatif, dijaminnya konsistensi seluruh peraturan
perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah serta tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, dan terwujudnya
kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih, profesional
sebagai upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara
keseluruhan. Berdasarkan sasaran pembangunan hukum dalam RPJM 2004-2009, BPHN
menetapkan kebijakan dan strategi mencakup langkah-langkah:[7]
•
Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan
merencanakan penciptaan, pembaharuan, dan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan nasional yang belum ada maupun yang telah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan.
•
Meningkatkan koordinasi instansi terkait dan masyarakat dalam
perencanaan hukum dan harmonisasi hukum serta senantiasa mengantisipasi
perkembangan masyarakat dan iptek jauh ke depan.
•
Meningkatkan penyebarluasan hasil analisa evaluasi peraturan
perundang-undangan, pengkajian hukum, penelitian hukum, naskah akademis,
peraturan perundang-undangan, dan hasil-hasil pertemuan ilmiah, agar dapat
dimanfaatkan dalam rangka perencanaan hukum, pembentukan hukum dan kepentingan
lainnya.
•
Memantapkan metode penyuluhan hukum dalam rangka pengembangan dan
peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
•
Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.
•
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia baik tenaga
perencana hukum, peneliti hukum, pustakawan hukum, pranata komputer, penyuluh
hukum, dan sebagainya.
Misi terpenting BPHN adalah mewujudkan sistem hukum nasional
berlandaskan keadilan dan kebenaran.Misi tersebut mengandung arti bahwa perwujudan
supremasi hukum melalui pembinaan dan pengembangan materi hukum, aparatur
hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum harus senantiasa
menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Misi BPHN direalisasikan melalui program pembinaan hukum nasional
dari hulu ke hilir, yakni mulai dari perencanaan pembangunan hukum sampai pada
sosialisasi hukum dan peraturan perundang-undangan nasional sebagai proses yang
terpadu dan berkelanjutan. Saat ini BPHN memiliki program unggulan yang makin
diakui urgensinya seperti: (1) Penyusunan Rencana Pembangunan Hukum Nasional;
( 2 ) Pengelolaaan Program
Legislasi Nasional (PROLEGNAS) ; (3) Penyusunan Naskah Akademik
Peraturan Perundang-undangan; (4) Pengkajian Hukum dan Penelitian Hukum; 5)
Pertemuan Ilmiah (seminar, lokakarya, simposium); (6) PengembanganJaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, dan (7) Penyuluhan Hukum. Kesemua
program tersebut makin diakui sebagai komponen penting untuk membentuk
peraturan perundang-undangan nasional sesuai sistem dan politik hukum nasional.
Pada tahun 1995, Pemerintah memfasilitasi dua seminar di Jakarta
untuk IKADIN, AAI, dan IPHI.Hasilnya adalah Kode Etik Bersama dan pembentukan
Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI).Belakangan, IKADIN menarik diri dan
memberlakukan kembali Kode Etik IKADIN untuk para anggotanya.
Diawali dengan tiga kali pertemuan di bulan Januari 2002, pada 11
Februari 2002 dideklarasikan berdirinya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI)
yang beranggotakan IKADIN, AAI, IPHI, AKHI, HKPM, Serikat Pengacara Indonesia
(SPI) dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).
Kegiatan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) adalah :
Panitia bersama dengan Mahkamah Agung menyelenggarakan Ujian
Pengacara Praktik tanggal 17 April 2002;
Membuat Kode Etik Advokat Indonesia pada 23 Mei 2002;
Mendesak diundangkannya Rancangan Undang-Undang tentang Advokat.
Setelah Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
diundangkan 5 April 2003. dibentuk KKAI versi kedua pada tanggal 16 Juni 2003
yang bertujuan sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 3 dan memiliki kegiatan
melaksanakan verifikasi atas advokat sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 1 dan
membentuk Organisasi Advokat (pasal 32 ayat 4).Pada tanggal 21 Desember 2004,
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dibentuk sebagai pelaksanaan
Undang-undang Advokat.[8]
[1]Natalia,”politik hukum nasional indonesia”, dalam
http://pluurr.blogspot. com,
diakses 30 september 2013
[2]Arsyad shawir,”politik hukum di Indonesia”, dalam http://arsyadshawir. blogspot. com , diakses 30 september 2013.
[3].Natalia Op.cit
[4] Arsyad Shawir
Op.cit
[5]Zoel,”politik hukum nasional indonesia”,
dalam http://vjkeybot.
wordpress. com, diakses 30 september 2013.
[6]Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar