Pengertian
Hukum
Islam (Syari’at Islam) - Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin
(kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan
memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum
syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti
wajib, haram dan mubah .[1]
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut
istilah berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa
oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah)
maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah.
Menurut
Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah
supaya manusia berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan
dengan saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia, beserta
hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Menurut
Muhammad ‘Ali At-Tahanawi dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun
memberikan pengertian syari’ah mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang
aqidah, ibadah, akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan). Syari’ah disebut juga
syara’, millah dan diin.
b. Hukum
Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib
diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
1.
Ilmu
Aqoid (keimanan)
2.
Ilmu
Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
3.
Ilmu
Akhlaq (kesusilaan)
Berdasarkan
uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam adalah
syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya
yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
Di
dalam hukum Indonesia, hukum Islam merupakan salah satu system hukum yang
berlaku sebagai hukum positif, hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain
pada zaman kerajaan banyak pedagang dari timur datang ke Indonesia untuk
berdagang. Selain berdagang, mereka juga membina dan membangun keluarga dengan
orang asli Indonesia sehingga lahirlah keturunan. Selain itu, banyak orang
Indonesia yang melakukan perjalanan ke timur tengah untuk mempelajari agama
islam kemudian kembali membawa ajaran tersebut.[2]
Hukum
islam merupakan salah satu hukum yang berlaku di Negara Indonesia selain system
hukum barat. Kedudukan hukum islam di Indonesia tidak secara penuh dilakukan
melainkan hanya sebatas perkara muamalah seperti
perkawinan, zakat, waris dan sebagainya. Hal ini dikarenakan oleh masa colonial
dimana belanda menjajah kekayaan nusantara, mulai berfikir untuk menjajah
budaya dan tradisi kita dengan memberlakukan hukum positif Negara belanda ke
Negara Indonesia sehingga menggeser hukum Islam di dalam masyarakat.
Sumber
Hukum Islam
Hukum Islam lahir di masa
kekhalifaan Nabi Muhammad SAW. Di dalam hukum Islam, ada beberapa sumber yaitu
:
a. Alqur’an
Alqur’an merupakan kitab suci
umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai pedoman
seluruh umat manusia. Di dalam kitab alquran dijelaskan perintah dan larangan.
Alquran membahas garis-garis besar tentang hukum dan memiliki bahasa yang rumit
sehingga butuh penafsiran dalam implementasi di dalam kehidupan. Nilai-nilai di
dalam alquran bersifat absolut karena turun langsung dari Allah SWT.
b. Sunnah/Hadist
Sunnah merupakan perbuatan dan
perkataan yag dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW atas perintah yang Allah SWT
berikan. Di dalam keberlakuannya, hadist dan sunnah memiliki kekuatan
keberlakuan yaitu shahih, hasan dan dhaif. Kekuatan ini tergantung oleh para
perawi atau yang meriwayatkan hadist.
c. Ijtihad
Ijtihad merupakan salah satu
sumber hukum Islam yang banyak berkembang pada masa sekarang ini melihat
perkembangan zaman yang semakin dinamis. Tujuan ijtihad adalah agar hukum Islam
dapat terus hidup di dalam perkembangan manusia serta tidak mengalami stagnan
atau kevakuman. Ijtihad adalah suatu akal pikiran manusia yang memenuhi syarat
untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami
kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam alquran. Dalam hal ini adalah
para alim ulama.
Asas
Hukum Islam
Asas berasal dari kata asasun
yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara terminologi asas adalah landasan
berpikir yang sangat mendasar. Jika dihubungkan dengan hukum, asas adalah
kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan berpendapat,
terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai
rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
Beberapa Asas Hukum Islam
Menurut Tim Pengkajian Hukum
Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bahwa asas hukum
islam terdiri dari (1) bersifat umum, (2)lapangan hukum pidana, (3) lapangan
hukum perdata. Mengenai asas-asas hukum yang lain seperti lapangan tata negara,
internasional dan lain-lain tidak disebutkan dalam laporan mereka.
Asas-asas umum[3]
a. Asas keadilan
Dalam al quran, kata ini disebut
1000 kali. term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau
kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi berbagai hubungan, misalanya;
hubungan individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang
berpekara serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan
dalam hukum islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh
manusia dengan kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.
Etika keadilan; berlaku adil
dlam menjatuhi hukuman, menjauhi suap dan hadiah, keburukan tyergesa-gesa dalam
menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa yang nampak, kewajiban
menggunakan hukum agama.
b. Asas kepastian hukum
Dalam syariat Islam asas ini
disebut قبل ورود النص لاحكم لأفعال العقالاء artinya sebelum ada nas, tidak ada hukum
bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat. Bahwa pada dasarnya semua
perbuatan dan perkara diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang melarang,
maka tidak ada tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas ini
ialah QS Al Isro' 15 ;
وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
"…. Dan kami tidak akan
menyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul."
c. Asas kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas
yang mengiringi keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam
melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum hendaknya memperhatikan manfaat
bagi terpidana atau masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam
pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera,
maka hukuman itu dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka
hukuman mati itu dapat diganti dgengan denda.
Asas dalam lapangan hukum pidana[4]
a.Asas legalitas
Artinya tidak ada pelanggaran
dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang mengaturnya.
b.Asas larangan memindahkan
kesalahan pada orang lain
Ini berarti bahwa tidak boleh
sekali-kali beban (dosa) seseorang dijadikan beban (dosa) orang lain. Orang
tidak dapat dimintai memikul tanggung jawab terhadap kejahatan atau kesalahan
yang dilakukan orang lain. Karena pertangungjawaban pidana itu induvidual
sifatnya maka tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.
c. Asas praduga tak bersalah
c. Asas praduga tak bersalah
Seseorang yang dituduh melakukan
suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang
menyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahannya itu.
Asas dalam lapangan hukum perdata
a.Asas
kebolehan (mubah)
asas
ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata sepanjang hubungan
itu tidak dilarang oleh Qur’an dan Sunnah. Islam memberikan kesempatan luas
kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam hubungan
perdata (baru) sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat.
b. Asas kemaslahatan hidup
b. Asas kemaslahatan hidup
Asas
ini mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun juga dapat dilakukan asal
hubungan itu mendatangkan kebaikan , berguna serta berfaedah bagi kehidupan
manusia pribadi dan masyarakat kendatipun tidak ada ketentuannya dalam Qur’an
dan Sunnah.
c.Asas
kebebasan dan kesukarelaan[5]
Asas
ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan secara bebas
dan sukarela. Kebebasan kehendak kedua belah pihak melahirkan kesukarelaan
dalam persetujuan harus senantiasa diperhatikan.
d.Asas
menolak mudharat dan mengambil manfaat
Asas
ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan perdata yang
mendatangkan kerugian dan mengembangkan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat.
e.
Asas kebajikan
Asas
ini mengandung pengertian bahwa setiap hubungan perdata itu harus mendatangkan
kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak dan fihak ketiga dalam
masyarakat.
f.
Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat
Asas
hubungan perdata yang disandarkan pada rasa hormat menghormati , kasih
mengasihi serta tolong menolong dalam mencapai tujuan bersama.
g.
Asas adil dan berimbang
Asas
ini mengandung makna bahwa hubungan keperdataan tidak boleh mengandung unsur
penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain sedang
kesempitan.
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
Para
pihak harus mengutamakan penunaian kewajiban lebih dahulu dari pada menuntut
hak. Asas ini merupakan kondisi hukum yang mendorong terhindarnya wanprestasi
atau ingkar janji.
i.Asas
larangan merugikan diri sendiri dan orang lain
Para
pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh merugikan diri sendiri dan
orang lain dalam hubungan perdatanya itu.
j.
Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Pada
dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek dalam hubungan perdata jika ia
memenuhi syarat untuk bertindak mengadakan hubungan itu. Dalam hukum islam
manusia yang dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan hubungan perdata
ialah mereka yang mukallaf, artinya mereka yang mampu memikul hak dan
kewajiban. Penyimpangan terhadap asas ini menyebabkan hubungan perdatanya batal.
k.
Asas kebebasan berusaha
Pada
dasarnya setiap orang bebas berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang baik bagi
dirinya sendiri dan keluarganya.
l.
Asas mendapatkan sesuatu karena usaha dan jasa
Usaha
dan jasa disini haruslah usaha dan jasa yang baik yang mengandung kebajikan,
bukan usaha dan jasa yang mengandung unsur kejahatan, keji dan kotor.
m. Asas perlindungan hak
m. Asas perlindungan hak
Semua
hak yang diperoleh seseorang dengan jalan halal dan sah, harus dilindungi. Bila
hak itu dilanggar oleh salah satu pihak dalam hubungan perdata, fihak yang
dirugikan berhak untuk menuntut pengembalian hak itu atau menuntut kerugian
pada pihak yang merugikannya.
n.
Asas hak milik berfungsi social
Hak
milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadi pemiliknya saja,
tetapi juga harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
o.
Asas yang beritikad baik harus dilindungi
Orang
yang melakukan perbuatan tertentu bertangung jawab atau menanggung resiko
perbuatannya itu. Tetapi jika ada pihak yang melakukan suatu hubungan perdata
tidak mengetahui cacat yang tersembunyi dan mempunyai iktikad baik dalam
hubungan perdata itu kepentingannya harus dilindungi dan berhak untuk menuntut
sesuatu jika ia dirugikan karena iktikad baiknya itu.
p.
Asas resiko dibebankan pada harta tidak pada pekerja.
Jika
perusahaan merugi maka menurut asas ini kerugian itu hanya dibebankan pada
pemilik modal atau harta saja tidak pada pekerjanya. Ini berarti bahwa pemilik
tenaga dijamin haknya untuk mendapatkan upah sekurang-kurangnya untuk jangka waktu
tertentu, setelah ternyata perusahaan menderita kerugian.
q.
Asas mengatur dan memberi petunjuk
Ketentuan
hukum perdata ijbari, bersifat mengatur dan memberi petunjuk saja kepada
orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan perdata. Para
pihak bisa memilih ketentuan lain berdasarkan kesukarelaan asal saja ketentuan
itu tidak bertentangan dengan hukum islam
r.
Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi.
Ini
berarti bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam perjanjian tertulis
di hadapan saksi-saksi.
Asas-asas
Hukum Perkawinan[6]
a.Kesukarelaan
Asas
kesukarelaan merupakan asas yang terpenting dalam perkawinan Islam, dimana
tidak hanya kesukarelaan antara calon suami isteri saja tetapi kesukarelan dari
semua pihak yang terkait.
b.
Persetujuan kedua belah pihak
Artinya
tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan.
c.
Kebebasan memilih
d.
Kemitraan suami isteri
Kemitraan
ini menyebabkan kedudukan suami isteri dalam beberapa hal sama, dalam hal lain
berbeda.
e.
Untuk selama-lamanya
Perkawinan
itu dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina rasa cinta serta
kasih saying selam hidup.
f.
Monogami terbuka
Dalam
Surat an-Nisa ayat 129 dinyatakan bahwa seorang pria muslim diperbolehkan
beristeri lebih dari seorang asal memenuhi syarat-syarat tertentu.
Asas-asas
Hukum Kewarisan
a.
Asas Ijbari
Peralihan
harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris
atau ahli waris.
b.
Bilateral
Artinya
seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari keturunan
laki-laki dan perempuan.
c.
Asas individual
Harta
warisan mesti dibagi kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara
perseorangan.
d. Asas keadilan berimbang
d. Asas keadilan berimbang
Harus
senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang
diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus dilaksanakannya. Sehingga
antara laki-laki dan perempuan terdapat hak yang sebanding dengan kewajiban
yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
e.
Asas kewarisan akibat kematian
Peralihan
harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi
setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.
Asas-asas
Hukum Islam[7]
1. Azas
Nafyul Haraji
Meniadakan
kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam
batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran
sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang
muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
2. Azas
Qillatu Taklif
Tidak
membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf
dan tidak menyukarkan.
3. Azas
Tadarruj
Bertahap
(gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap
disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
4. Azas
Kemuslihatan Manusia
Hukum
Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
5. Azas
Keadilan Merata
Artinya
hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang
lainnya.
6. Azas
Estetika
Artinya
hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan segala sesuatu yang
indah.
7.
Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat
Hukum
Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu
masyarakat.
8.
Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam
Artinya
Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para
filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran
dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan
peradaban manusia.
[1]Mujiburrahman,”pengertian hukum islam”, dalam http://studihukum.
wordpress. com,
diakses 16 November 2013.
[2]Riyan Kachfi,”pengertian dan sumber hukum islam”,
dalam http://isikepalakachfi.blogspot.com, diakses 16
November 2013.
[3]Septian,”asas hukum islam”, dalam http://septian-septiancom.blogspot.com,
diakses 16 November 2013.
[4]Alif
Setyaningrum,”asas-asas hukum islam”,
dalam http://ningrumalif.blogspot.com,
diakses 16 November 2013.
[5] Ibid
[6] Ibid
[7]
Safitri,”asas-asas hukum islam”,
dalam http://safitrir03.blogspot.com,
diakses 16 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar