Pengertian
Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) adalah Peraturan Hukum yg mengatur proses
penyelesaian perkara TUN melalui pengadilan (hakim), sejak pengajuan gugatan
sampai keluarnya putusan pengadilan (hakim).
HAPTUN disebut
juga hukum formal yang berfungsi mempertahankan berlakunya HTUN (HAN) sebagai
hukum material.[1]
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara merupakan hukum yang secara bersama-sama diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang –
Undang tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hukum acara dalam arti
luas, karena undang-undang ini tidak saja mengatur tentang cara-cara berpekara
di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi juga sekaligus mengatur tentang
kedudukan, susunan dan kekuasaan dari Pengadilan Tata Usaha Negara. Untuk hukum
acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat digunakan Hukum
Acara Tata Usaha Negara seperti halnya Hukum Acara Pidana atau Hukum Acara
Perdata, hal ini disebabkan karena Hukum Acara Tata Usaha Negara mempunyai arti
sendiri, yaitu peraturan yang mengatur tentang tata cara pembuatan suatu
ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara. Aturan ini biasanya secara inklusif
ada dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembuatan ketetapan
atau kepusan Tata Usaha Negara tersebut. Oleh karena itu untuk menghindari
kerancuan dalam penggunaan istilah, maka sebaiknya untuk hukum acara yang
berlaku di Pengadilan Tata Usaha Negara digunakan istilah Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara.
Asas-Asas
Hukum PTUN
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai
persamaan dengan Hukum Acara Perdata, dengan beberapa perbedaan. Perbedaan –
perbedaan itu antara lain :
1. Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani
tugas untuk mencari kebenaran materiil
2. Adanya ketidak seimbangan antara kedudukan
Penggugat dan Tergugat (Pejabat Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini
maka perlu diatur adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan
Penggugat (orang atau badan hukum perdata), adalah dalam posisi yang lebih
lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.
3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada
pembuktian bebas.
4. Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat
menunda pelaksanaan Keputusan tata Usaha Negara yang digugat.
5. Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan
Penggugat, tetapi dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih
buruk sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang.
6. Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para
pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait.
7. Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus
didengar penjelasannya sebelum hakim membuat putusannya.
8. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan
dari sang Penggugat.
9. Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran
materiil denggan tujuan menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa hukum acara yang digunakan dalam proses
Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang
digunakan di peradilan umum untuk perkara perdata, namum tidak begitu saja
peraturan yang berlaku dalam Hukum Acara Perdata diterapkan dalam proses
Peradilan Tata Usaha Negara, karena hal ini dibatasi dengan prinsip dasar yang
berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara, terutama yang menyangkut masalah
kompetensi (kewenangan mengadili). Peradilan Tata Usaha Negara hanya berwenang
mengadili sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa antara orang atau badan
hukum dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa tentang sah atau tidaknya suatu Keputusan Tata Usaha Negara
yang telah dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Gugat balik (gugat reconvensi) dan gugat mengenai
ganti rugi yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata, semestinya tidak ada
dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, karena dalam gugat
balik bukan lagi Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat, tetapi
adalah warga msasyarakat atau Badan Hukum Perdata. Sedang gugat ganti rugi
sengketa tentang kepentingan hak, yang merupakan wewenang Peradilan Umum untuk
mengadilinya. Sebaliknya berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 yang bertibdak sebagai penggugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara hanyalah orang atau Badan Hukum Perdata, sehingga tidak mungkin terjadi
saling menggugat antara sesama Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Di Peradilan Tata Usaha Negara juga diberlakukan asas
peradilan cepat, murah, dan sederhana semacam asas praduga tak bersalah
(presumption of innocent) seperti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana.
Seorang Pejabat Tata Usaha Negara tetap dianggap tidak bersalah di dalam
membuat suatu keputusan Tata Usaha Negara sebelum ada putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan ia salah membuat putusan Tata
Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara juga
mengenal peradilan in absentia se bagaimana berlaku dalam peradilan
Tindak Pidana Khusus, dimana siding berlangsung tanpa hadirnya terugat.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, bila tergugat atau kuasanya
tidak hadir di persidangan 2 kali berturt-turut dan/atau tidak menanggapi
gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun setiap kali
telah dipangil secara patut, maka hakim ketua siding dengan surat penetapan
meminta atasan tergugat untuk memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi
gugatan. Setelah lewat 2 bulan sesudah dikirimakn dengan surat tercatat
penetapan dimaksud, tidak dieterima berita, baik dari atasan terugat maupun
dari tergugat sendiri, maka hakim ketua siding menetapkan hari siding
berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa
hadir tergugat. Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah
pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya tetap dilakukan secara tuntas.[2]
Sumber Hukum Tata
Usaha Negara ( Hukum Adminstrasi Negara )
Sumber-sumber formal Hukum Adminstarsi Negara
adalah :
1. Undang
– Undang (Hukum Adminstrasi Negara tertulis)
2. Praktik
Adminsitrasi Negara (Hukum Administarsi Negara yeng merupakan kebiasaan)
3. Yurisprudensi
4. Anggapan
para ahli Hukum Adminstrasi Negara
Mengenai undang-undang sebagai sumber hukum
tertulis, berbeda dengan Hukum Perdata atau Hukum Pidana karena sampai sekarang
Hukum Tata Usaha Negara belum terkodifikasi sehingga Hukum Tata Usaha Negara
masih tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undangan.
Dengan tidak adanya kodifikasi Hukum Tata
Usaha Negara ini dapat menyulitkan para hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk
menemukan hukum di dalam memutus suatu sengketa. Hal ini disebabkan karena
Hukum Tata Usaha Negara tersebar dalam berbagai ragam peraturan
perundang-undang yang jumlahnya cukup banyak. Beberapa bidang Hukum Tata Usaha
Negara yang banyak menimbulkan sengketa, misalnya bidang kepegawaian, agrarian,
perizinan dan bidang perpajakan, yang semuanya tersebar dalam berbagai ragam
peraturan perundang-undangan, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, samapai pada keputusan dan
peraturan kepala daerah.
Menurut Donner kesulitan membuat kodifikasi
Hukum Tata Usaha Negara disebabkan oleh:
1. Peraturan-peraturan Hukum Tata Usaha Negara
berubah lebih cepat dan sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan
Hukum Privat dan Hukum Pidana berubah secara berangsur-angsur saja.
2. Pembuatan
peraturan-peraturan Hukum Tata Usaha Negara tidak berada dalam satu
tangan. Diluar pembuat undang-undang pusat, hamper semua depatemen dan
semua pemerintah daerah swatantra membuat juga perauturan-peraturan Hukum
Adminsitrasi Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi Negara beraneka warna
dan tidak bersistem.[3]
Perbedaan
HAPTUN dan Hukum Acara Perdata
No
|
Pembeda
|
HAPTUN
|
Acara Perdata
|
1
|
Subjek/Pihak
|
badan/Pejabat TUN lawan warga masyarakat
|
Warga masy. Lawan warga masyarakat
|
2
|
Pangkal sengketa
|
Ketetapan tertulis pejabat
|
Kepentingan perdata warga masyarakat
|
3
|
Tindakan
|
Perbuatan melawan hukum penguasa
|
Perbuatan melawan hukum masy. Wanprestasi
|
4
|
Peran hakim
|
Hakim aktif
|
Hakim pasif
|
5
|
Rekonvensi
|
Tidak dikenal
|
Dikenal, diatur
|
· Kompetensi
absolut : Kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian wewenang
atau tugas (atribusi kekuasaan)
· Kompetensi
relatif : kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah
hukum (distribusi kekuasaan)
Pengadilan
tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN tertentu dlm
hal keputusan yg disengketakan itu dikeluarkan dlm waktu perang, keadaan
bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yg membahayakan,
berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku.
Latar Belakang
Ide dibentuknya PTUN adalah untuk
menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya.
- Pembentukan
Pratun bertujuan mengontrol secara yuridis tindakan pemerintah yang dinilai
melanggar ketentuan administrasi ataupun perbuatan yang betentangan dengan
hukum (abuse of power)
- Eksistensi
PTUN diatur dalam per-UUan yang khusus yakni UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN
yang kemudian dirubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.
5 Tahun 1986 tentang PTUN
- Sebelum
diundangkan UU No. 9 tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat
karena tidak ada lembaga eksekutor.
Ketentuan
Umum
1. Administrasi
negara
TUN adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah
2. Pejabat
TUN
Badan atau pejabat TUN adalah Badan/pejabat
yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan per-UUan yang
berlaku
3. Perselisihan/sengketa
Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul
dalam bidang TUN, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan per-UUan
yang berlaku.
4. Keputusan
TUN
Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang
berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual,
dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum perdata
5. Pengadilan
Pengadilan adalah pengadilan tata usaha
negara, pengadilan tinggi TUN
6. Para
pihak yang berperkara/bersengketa (para subyek hukum dalam berperkara)
a. Penggugat
: yaitu pemohon, adalah orang atau badan hukum perdata yang mengajukan tuntutan
terhadap badan atau pejabat TUN
b. Tergugat
: Pejabat/ badan TUN yang mengeluarkan keputusan berbentuk administrasi yang
ada padanya yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum
perdata
- UU
No 5/1986 à
PTUN
- UU
No 9/2004 à
Perubahan UU No 5/1986
- UU
No 5/2009 à
Perubahan kedua atas UU No 5/ 1986
Proses
Berperkara
Gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu
90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau
pejabat TUN
Surat Edaran MA/SEMA No 2 Tahun 1991 baggi
pihak ketiga yang dituju langsung keputusan TUN tetapi dia merasa
kepentingannya dirugikan, maka tenggang waktu 90 hari di hitung secara
kasuistis, sejak ia mengetahui dan merasa dirugikan atas terbitnya keputusan
TUN.
1. Dismissal
Procedure
Rapat permusyawaratan (DP) dilakukan sebelum
pemeriksaan persidangan. Hal ini merupakan ke-khususan pemeriksaan di peradilan
TUN yang dipimpin oleh ketua pengadilan atau hakim senior lainnya yang ditunjuk
ketua pengadilan. Tujuan adalah untuk memutus apakah gugatan yang diajukan itu
diterima atau tidak diterima.
2. Pemeriksaan
Persidangan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai,
hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan kurang
jelas
Hakim Wajib :
1.
Memberi nasihat kepada penggugat untuk
memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka
30 hari
2.
Dapat meminta penjelasan kepada badan/
pejabat TUN yang bersangkutan[4]
[1]Mumut,“Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”,dalam
http://kicauan
penaku.blogspot. com, diakses 26 November 2013.
[2]Reny Pradipta,”Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, dalam http://biyot. wordpress.com, diakses 26 November 2013.
[3]Jerry, “Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara” , dalam http://jerryfhunmul.
blogspot.com, diakses 26 November 2013.
[4] Mumut, Op.Cit.
The 12 Best Coin Casino No Deposit Bonuses for Canadian Players
BalasHapusAre you interested in finding some of the best No Deposit Casino งานออนไลน์ bonuses for Canadian players? We 인카지노 provide a list of the 12 Best No 제왕카지노 Deposit Casino bonuses for Canadian players