Senin, 31 Maret 2014

Politik Hukum


Pengertian Politik
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan,dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya,yang tidak dapat terlepas dari gejala koflik dan kerjasama[1]
Pengertian Politik Hukum 
Seiring dengan perkembangannya, beberapa pakar mencoba untuk mendifinisikan politik hukum itu sendiri diantara lain:[2] 
1.Satjipto Rahardjo = Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat. 
2.Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus = Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.[3]
3. L. J. Van Apeldorn = Politik hukum sebagai politik perundang – undangan .Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang – undangan .( pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja. 
4. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto = Politik Hukum sebagai kegiatan – kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai. 
5. Moh. Mahfud MD. = Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :

a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan. 
b) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland 

Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas : 
-Dogmatika Hukum 
-Sejarah Hukum 
-Perbandingan Hukum 
-Politik Hukum 
-Ilmu Hukum Umum 

Berdasarkan karyanya Mahfud mencoba melihat hukum dari sisi yuridis sosio-politis, yaitu menghadirkan sistem politik sebagai variabel yang mempengaruhi rumusan dan pelaksanaan hukum. Berdasarkan hasil penelitiannya, Mahfud berkesimpulan bahwa suatu proses dan konfigurasi politik rezim tertentu akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap suatu produk hukum yang kemudian dilahirkan. Dalam negara yang konfigurasi politiknya demokratis, produk hukumnya berkarakter responsif atau populistik, sedangkan di negara yang berkonfigurasi politiknya otoriter, produk hukumnya berkarakter ortodoks atau konservatif atau elitis. Pernyataan tersebut dapat disajikan da;am gambar sebagai berikut[4]

Variabel bebas Variabel Terpengaruh 
konfigurasi politik ---------------> Karakter Produk Hukum 
Demokratis ---------------------> Responsif/Populistik 
Otoriter ------------------------> Konservatif/Ortodoks/Elitis 

Sifat Politik Hukum
Politik hukum bersifat lokal dan partikular yang hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang kesejarahan, pendangan dunia (world-view), sosio-kultural dan political will dari masing-masing pemerintah. Meskipun begitu, politik hukum suatu negara tetap memperhatikan realitas dan politik hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang menimbulkan istilah politik hukum nasional.

Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari : 

1. Politik Hukum yang Bersifat Tetap (permanen) 
Berkaitan dengan sikap ilmu hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaa pembentukan dan penegakan hukum. Bagi bangsa Indonesia, politik hukum tetap antara lain : 

a. Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem hukum nasional 
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik huku yang berlaku adalah politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia). Sistem hukum nasional tersebut terdiri dari : 

1) Hukum Islam (yang dimasukkan adalah asas-asasnya) 
2) Hukum Adat (yang dimasukkan adalah asas-asasnya) 
3) Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematiknya) 
4) Sistem hukum yang dibangun adalah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 : 

a) Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara berdasarkan suku,ras,dan agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa. 

b) Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyaraka. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum , sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum . Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. 

b. Politik Hukum yang bersifat temporer. 
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan.

Sendi-Sendi Hukum Nasional

Pada dasarnya sistem hukum nasional Indonesia terbentuk atau dipengaruhi oleh 3 sub-sistem hukum,yaitu[5]:
1.  Sistem Hukum Barat, yang merupakan warisan para penjajah kolonial Belanda, yang mempunyai sifat individualistik. Peninggalan produk Belanda sampai saat ini masih banyak yang berlaku, seperti KUHP, KUHPerdata, dsb.
2.  Sistem Hukum Adat, yang bersifat komunal. Adat merupakan cermin kepribadiansuatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad
3.  Sistem Hukum Islam, sifatnya religius. Menurut seharahnya sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, Islam telah diterima oleh Bangsa Indonesia.
Adanya pengakuan hukum Islam seperti Regeling Reglement, mulai tahun 1855, membuktikan bahwa keberadaan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum Indonesia nerdasarkan teori “Receptie”
Sistem Peradilan Indonesia dapat diartikan sebagai “suatu susunan yang teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, yang didasari oleh pandanganm, teori, dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di Indonesia”.
Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Peradilan yang diselenggarakan di Indonesia merupakan suatu sistem yang ada hubungannya satu sama lain, peradilan/pengadilan yang lain tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berhubungan dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Bukti adanya hubungan antara satu lembaga pengadilan dengan lembaga pengadilan yang lainnya salah satu diantaranya adalah adanya “Perkara Koneksitas”.Hal tersebut terdapat dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sistem Peradilan Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman.
Dalam Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai Pengadilan Khusus sebagai berikut
1.  Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-Undang.
2.  Pengadilan Syariah Islam di Provinsi Nangro Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan paradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut peradilan umum.
Sistem Peradilan di Indonesia dan Penegaknya

Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem peradilan yang ada di Indonesia sebagai berikut:
A. Mahkamah Agung
UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2005
I.  Peradilan Umum
a. Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997)
b. Pengadilan Niaga (Perpu No. 1 Tahun 1989)
c. Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)
d. Pengadilan TPK (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002)
e. Pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004)
f. Mahkamah Syariah NAD (UU No. 18 Tahun 2001)
g. Pengadilan Lalu Lintas (UU No. 14 Tahun 1992)
II. Peradilan Agama
Mahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut peradilan Agama.
III. Peradilan Militer
–   Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
–   Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira s.d kolonel
– Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat Jenderal.
–   Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.
IV. Peradilan Tata Usaha Negara
–   Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2002)
V. Peradilan Lain-Lain
a. Mahkamah Pelayaran
b. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
B. Mahkamah Konstitusi (UU No. 24 Tahun 2003)
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah :
1.  Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
2.  Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberi oleh UUD 1945.
3.  Memutus Pembubaran Partai Politik.
4.  Memutus perselisihan tentang PEMILU.
5.  Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan Presiden/Wakil Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi, suap, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.

Kebijakan dan Program Pembangunan Hukum Nasional Menyangkut Materi Hukum, Aparatur Hukum, Sarana dan Prasarana

A. Sekilas Sejarah BPHN
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) adalah instansi Pemerintah yang bertugas melakukan pembinaan sistem hukum nasional secara terpadu dan komprehensif sejak dari perencanaan sampai dengan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan.Hasil dari program dan kegiatan BPHN diarahkan untuk mewujudkan tujuan pembangunan hukum nasional yang meliputi pembangunan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.[6]
Sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. No. M.03-PR.07.10 Tahun 2005 BPHN mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan hukum nasional dan memiliki fungsi:
-Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan sistem hukum nasional, perencanaan pembangunan hukum nasional, dokumentasi dan informasi hukum nasional serta penyuluhan hukum.
-Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan hukum nasional.
-Koordinasi dan kerja sama di bidang penelitian dan pengembangan sistem hukum nasional, perencanaan pembangunan hukum nasional, dokumentasi dan informasi hukum nasional serta penyuluhan hukum.
1.                  Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
2.                  Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Badan.
Pembangunan hukum nasional mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009. Sasaran politik hukum yang ingin diwujudkan dalam tahun 2004-2009 yaitu terciptanya sistem hukum nasional yang adil konsekuen, tidak diskriminatif, dijaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, dan terwujudnya kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih, profesional sebagai upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan sasaran pembangunan hukum dalam RPJM 2004-2009, BPHN menetapkan kebijakan dan strategi mencakup langkah-langkah:[7]
        Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan merencanakan penciptaan, pembaharuan, dan   pelaksanaan peraturan perundang-undangan nasional yang belum ada maupun yang telah tidak sesuai lagi dengan   perkembangan.
        Meningkatkan koordinasi instansi terkait dan masyarakat dalam perencanaan hukum dan harmonisasi hukum serta   senantiasa mengantisipasi perkembangan masyarakat dan iptek jauh ke depan.
        Meningkatkan penyebarluasan hasil analisa evaluasi peraturan perundang-undangan, pengkajian hukum, penelitian hukum, naskah akademis, peraturan perundang-undangan, dan hasil-hasil pertemuan ilmiah, agar dapat dimanfaatkan dalam rangka perencanaan hukum, pembentukan hukum dan kepentingan lainnya.
        Memantapkan metode penyuluhan hukum dalam rangka pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
        Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.
        Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia baik tenaga perencana hukum, peneliti hukum, pustakawan hukum, pranata komputer, penyuluh hukum, dan sebagainya.
Misi terpenting BPHN adalah mewujudkan sistem hukum nasional berlandaskan keadilan dan kebenaran.Misi tersebut mengandung arti bahwa perwujudan supremasi hukum melalui pembinaan dan pengembangan materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, serta budaya hukum harus senantiasa menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Misi BPHN direalisasikan melalui program pembinaan hukum nasional dari hulu ke hilir, yakni mulai dari perencanaan pembangunan hukum sampai pada sosialisasi hukum dan peraturan perundang-undangan nasional sebagai proses yang terpadu dan berkelanjutan. Saat ini BPHN memiliki program unggulan yang makin diakui urgensinya seperti: (1) Penyusunan Rencana Pembangunan Hukum Nasional; ( Pengelolaaan Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) ; (3) Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan; (4) Pengkajian Hukum dan Penelitian Hukum; 5) Pertemuan Ilmiah (seminar, lokakarya, simposium); (6) PengembanganJaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, dan (7) Penyuluhan Hukum. Kesemua program tersebut makin diakui sebagai komponen penting untuk membentuk peraturan perundang-undangan nasional sesuai sistem dan politik hukum nasional.
Pada tahun 1995, Pemerintah memfasilitasi dua seminar di Jakarta untuk IKADIN, AAI, dan IPHI.Hasilnya adalah Kode Etik Bersama dan pembentukan Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI).Belakangan, IKADIN menarik diri dan memberlakukan kembali Kode Etik IKADIN untuk para anggotanya.
Diawali dengan tiga kali pertemuan di bulan Januari 2002, pada 11 Februari 2002 dideklarasikan berdirinya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang beranggotakan IKADIN, AAI, IPHI, AKHI, HKPM, Serikat Pengacara Indonesia (SPI) dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).
Kegiatan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) adalah :
Panitia bersama dengan Mahkamah Agung menyelenggarakan Ujian Pengacara Praktik tanggal 17 April 2002;
Membuat Kode Etik Advokat Indonesia pada 23 Mei 2002;
Mendesak diundangkannya Rancangan Undang-Undang tentang Advokat.
Setelah Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat diundangkan 5 April 2003. dibentuk KKAI versi kedua pada tanggal 16 Juni 2003 yang bertujuan sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 3 dan memiliki kegiatan melaksanakan verifikasi atas advokat sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 1 dan membentuk Organisasi Advokat (pasal 32 ayat 4).Pada tanggal 21 Desember 2004, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dibentuk sebagai pelaksanaan Undang-undang Advokat.[8]


[1]Natalia,”politik hukum nasional indonesia”, dalam http://pluurr.blogspot. com, diakses 30 september 2013
[2]Arsyad shawir,”politik hukum di Indonesia”, dalam http://arsyadshawir. blogspot. com , diakses 30 september 2013.
[3].Natalia Op.cit
[4] Arsyad Shawir Op.cit
[5]Zoel,”politik hukum nasional indonesia”, dalam http://vjkeybot. wordpress. com, diakses 30 september 2013.
[6]Ibid
[7]Ibid
[8]Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar