Senin, 31 Maret 2014

Hukum Acara Pidana


Pengertian
1.prof. Mr. D. simons:hukum acara pidana adalah hukum pidana formil yang mengatur negara melalui alat alat perlengkapanya ( organya ) untuk bertindak dan menghukum pelanggar hukum.
2.J. De Bosch kemper :hukum acara pidana adalah seluruh asas asas dan ketentuan per undang undangan yang mengatur negara untuk bertindak bila terjadi pelanggaran hukum pidana.
3.Mr. JM. Van Bemmelen : hukum acara pidana adalah  ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana negara dihadapai suatu kejadian yang menimbulkan sakwasangka telah terjadi pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat alatnya mencari  kebenaran untuk mendapatkan keputusan hakim mengenai perbuatan yang di dakwakan dan bagaimana keputusan tersebut harus di laksanakan.
4.seminar hukum nasional 1 : hukum acara pidana adalah norma hukum yang berwujud wewenang yang di berikan kepada negara untuk bertindak bila ada  persangkaan bahwa hukum pidana di langgar.

Dari definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa :[1]

Hukum acara pidana untuk mempertahankan atau melaksanakan ketentuan hukum pidana ( materil ) bahkan ada yang mengatakan bahwa hukum acara pidana mengabdi kepada  kepentingan hukum pidana. Antara keduanya sangat erat sehingga agak sukar menentukan suatu hal tertentu termasuk dalam hukum pidana atau hukum acara pidana, misalanya pasal 76 KUHP tentang ne bis in idem, dalamuarsa dan lain lain.
Hukum pidana sudah dapat bertindak meskipun baru ada persangkaan ada orang yang melanggar hukum pidana.

Dalam sifat resmi ( formal ) dari hukum acara pidana membawa konsekuensi bahwa untuk melaksanakannya harus di laksanakan oleh aparat resmi yang di tentukan oleh undang undang dasar untuk ini telah di tentukan dalam pasal 7 tentang formalitas dan pasal 8 tentang asas presumption of innocence undang undang no. 14 / 1970 tentang pokok pokok kekuasan kehakiman
.
c. fungsi hukum acara pidana
secara lengkap fungsi hukum acara pidana dapat di rumuskan sebagai berikut :

Cara bagaimana negara melalui  alat  kekuasaanya menentukan kebenaran terjadinya tindak pidana;
-usaha usaha untuk mencari pelaku tindak pidana
-tindakan yang di jalankan untuk menangkap atau menahan pelaku
-usaha usaha untuk mengumpulkan alat bukti
-mengajukan perkara kepada hakim
-pemeriksaan oleh hakim dan putusan hakim
-upaya hukum terhadap putusan hakim
-pelaksanaan putusan hakim

Dari seluruh fungsi hukum acara pidana dapat di simpulkan menjadi 3 ( tiga ) pokok fungsi hukum acara pidana yaitu :
-mencari dan mempertahankan kebenaran materil
-memberikan putusan  hakim
-melaksanakan putusan hakim.

Dari 3 ( tiga ) fungsi tersebut tekan lebih di tekankan pada usaha untuk mendapatkan kebenaran materil karena itu merupakan inti dari hukum acara pidana, dan kebenaran materil merupakan dasar putusan hakim.

hal hal yang baru dalam KUHAP
1. praperadilan
2. jangka waktu penangkapan dan penahanan
3. jenis jenis penahanan
4. hak terangka, antara lain : hak bantuan hukum sejak pemeriksaan pendahuluan
5. penggabungan perkara gugatan ganti kerugian korban
6. upaya hukum luar biasa
7. koneksitas
8. hakim pengawas dan pengamat.

Sumber Hukum Acara Pidana

Undang-Undang
-UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
-UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo.
-UU Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
-UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. UU nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
-KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981. Ln 1981 Nomor 76)
-UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
-UU RI Nomor 15 Tahun 2002 dan UU RI Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
-UU RI Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-UU RINomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-UU RI Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-UU RI Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Pernikahan
-UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
-UU Nomor 15 Tahun 2003.
-UU Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
-UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI.
-UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI
-dll[2]

-UUD 1945, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25.
-KUHAP UU No.8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76.
-Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970 Nomor 74).
-PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.[3]

Asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas yang berlaku dalam Hukum cara Pidana ada yang bersifat umum dan bersifat Khusus. Asas yang bersifat umum berlaku pada seluruh kegiatan peradilan sedangkan yang bersifat khusus berlaku hanya didalam persidangan saja.
1. Asas-asas umum[4]
a. Asas Kebenaran Materiil
Bahwa pada pemeriksaan perkara pidana lebih mementingkan kepada penemuan kebenaran materiil, yakni kebenaran yang sungguh sungguh sesuai dengan kenyataan.
prinsip ini terlihat dalam proses persidangan, bahwa walaupun pelku sudah mengakui kesalahannya namun belum cukup dijadikan alasan untuk menjatuhkan alasan. beda dengan di amerika.
b. Asas Peradilan Cepat, sederhana dan biaya murah.
Peradilan cepat artinya, dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselenggarakan sesederhana mungkin dan dalam waktu yang sesingkat-singktnya.
Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya murah berarti, penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 4 ayat (2).

c. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion of inocene)
Asas praduga tak bersalah ini menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Pada semua tingkatan berlaku hal yang sama, implementasinya dapat ditunjukan ketika tersangka dihadirkan disidang pengadilan dilakukan dengan tidak diborgol. Prinsip ini dipatuhi karena telah tertunag dalam UU No. 4 tahun 2004 pasal 8 yang mengatkan “ setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dn dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas lain yang sungguh berbeda dengan asas ini adalah asas praduga bersalah (Presmtion of Qualty) asas ini menjelaskan sebaliknya.
d. Asas Inquisitoir dan Accusatoir
Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya. Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek.Asas ini memperlihatkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum.Dimana setiap orang dapat menghadirinya.Di Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan Campuran.karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt dilakukan secr terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas accusatoir.
e. Asas Legalitas dan Asas Oportunitas[5]
Asas legalitas adalah asas yang menghendaki bahw penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dn bgimana keadaan pelakunya. Sedangkan asas oportunitas adalah memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum.Asas inilah yang dianut Indonesia contohnya seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia satu-satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak menuntut.
2. Asas-asas Khusus
Asas khusus ini hanya berlaku di dalam persidangan saja. Asas-asas yang dimaksud adalah:
a. Asas sidang terbuka untuk umum
Maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk umum.Artinya siapa saja bisa menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianyya yaitu dalam hal kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah ank dibawah umur. Dalam hal ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “ untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”. Lalu pada pasal 4 “tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan batal demi hukum”.
b. Peradilan dilakukan oleh hakim oleh karena jabatannya.
Asas ini menghendaki bahwa tidak ada suatu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilan atau pemeriksaan hingga mengambil putusan kecuali hanya diberikan pada hakim.
c. Asas Pemeriksaan langsung
Prinsip ini menghendaki agar pemeriksaan yang dilakukan itu harus menghadapkan terdakwa didepan sidang pengadilan, termasuk pula menghadapkan seluruh saksi-saksi yang ditunjuk langsung artinya hakim dan terdakwa ataupun para saksi berada dalam sidang yang tidak dibatasi oleh suatu tabir apapun.Namun dengan perkembangan teknologi hal ini mungkin saja disimpangi karena sekarang sudah ada telekomferensi.

C. Asas-Asas atau Prinsip-Prinsip Hukum Acara Pidana
1. Asas/Prinsip Legalitas
2. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum (equality before the law)
3. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocent)
4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.
5. Peradilan Dilakukan Secara Obyektif
6. Tersangka / Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
7. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan berdasarkan perintah tertulis pejabat yang berwenang.
8. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.
9. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
10. Prinsip Peradilan Terbuka untuk umum.
1. Asas/Prinsip legalitas.
Dalam hukum pidana yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuaan perundang-undangan pidana yang telah ada ( Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali ) Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka Hukum (Equality Before The Law)
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.Baik itu suku, agama, ras, dan antargolongan.Karena dalam UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.Hal ini sesuai dengan pasal 4 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009.
3. Asas praduga tidak bersalah (Presumption of Innocent)
Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memeperoleh kekuatan hukum tetap.Asas ini sesuai dengan pasal 8 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009.

4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya ringan.
Proses pemeriksaan tidak berbelit-belit dan bertele-tele dalam hal prosedurnya, serta biaya yang bisa dijangkau masyarakat (Sesuai pasal 2 ayat 4 UU No 48 Tahun 2009).
5. Tersangka atau Terdakwa Berhak Memperoleh Bantuan Hukum
Dalam KUHAP diatur dalam pasal 69 sampai 74 mengenai bantuan hokum agar hak-hak terdakwa dan tersangka terlindungi dan tidak terjadi pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia.
6. Peradilan Dilakukan Secara Obyektif
Tidak memihak, dan tidak pandang bulu, sesuai dengan kehendak UUD 1945 bahwa setiap warga bersamaan kedudukaaannya dalam hukum mempunyai kedudukan yang sama (Pasal 27). Dalam UU No 48 Tahun 2009 juga mengatur keobyektifan tersebut, dimana pemeriksaan perkara dilakukan secara majelis sekurang-kurangnya dilakuakn oleh 3 orang hakim, kecuali dalam perkara cepat (sesuai pasal 11).
7. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang
Seseorang yang diduga melakukan tindak pidana baru dapat ditangkap, jika sudah ada perintah yang tertulis dari pejabat yang berwenang (Pasal 7 UU No 48 Tahun 2009).
8. Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.
Seseoran yang ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU, berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi (diatur dalam KUHAP Pasal 95, 96
dan 97 serta diatur dalam UU No 48 Tahun 2009 pasal 9 ayat 1).

Fungsi dan wewenang penyelidik dan penyidik[6]
A.  Penyelidik
Penyelidik ~ setiap pejabat polisi negara RI
Fungsi - Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan kepada penyidik.
Wewenang:
Karena kewajibannya mempunyai wewenang:

-Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
-Mencari keterangan dan barang bukti.
-Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
-Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
-Pemeriksaan dan penyitaan surat.
-Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
-Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

B. Penyidik
Penyidik ~ pejabat POLRI dan pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.
Fungsi - mencari serta mengumpulkan bukti,  degan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, menemukan tersangka.
Wewenang:
-Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
-Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
-Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
-Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
-Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
-Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
-Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
-Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
-Mengadakan penghentian penyidikan.
-Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang  bertanggung jawab.[7]




[1]Eko Suwaryo,”Hukum acara pidana”, dalam http://eco-valentinorossi.blogspot.com, diakses 21 November 2013.
[2]Abdul Muqtadir Al-haq,”Hukum acara pidana”, dalam http://pembelajaran hukum indonesia. blogspot. com, diakses 21 November 2013.
[3]Irham Numba,”sumber dan asas hukum acara pidana”, dalam http://numba-like. blogspot.com, diakses 21 November 2013.
[4]Galuh Septianingrum,”pengertian hukum acara pidana”, dalam http://galuh septianingrum. wordpress.com, diakses 21 November 2013.

[5]Ibid
[6]Lutfi Hasan,”Sumber hukum Acara pidana”, dalam http://lawfile.blogspot.com, diakses 21 November 2013.
[7]Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar