Senin, 31 Maret 2014

Hukum Acara PTUN


Pengertian

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) adalah Peraturan Hukum yg mengatur proses penyelesaian perkara TUN melalui pengadilan (hakim), sejak pengajuan gugatan sampai keluarnya putusan pengadilan (hakim).
HAPTUN disebut juga hukum formal yang berfungsi mempertahankan berlakunya HTUN (HAN) sebagai hukum material.[1]
Hukum   Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum yang secara bersama-sama diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang   Peradilan Tata Usaha Negara. Undang – Undang tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hukum acara  dalam arti luas, karena undang-undang ini tidak saja mengatur tentang cara-cara berpekara di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi juga sekaligus mengatur tentang kedudukan, susunan dan kekuasaan dari Pengadilan Tata Usaha Negara. Untuk hukum acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat digunakan Hukum Acara Tata Usaha Negara seperti halnya Hukum Acara Pidana atau Hukum Acara Perdata, hal ini disebabkan karena Hukum Acara Tata Usaha Negara mempunyai arti sendiri, yaitu peraturan yang mengatur tentang tata cara pembuatan suatu ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara. Aturan ini biasanya secara inklusif ada dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembuatan ketetapan atau kepusan Tata Usaha Negara tersebut. Oleh karena itu untuk menghindari kerancuan dalam penggunaan istilah, maka sebaiknya untuk hukum acara yang berlaku di Pengadilan Tata Usaha Negara digunakan istilah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

Asas-Asas Hukum PTUN
  Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan Hukum Acara Perdata, dengan beberapa perbedaan. Perbedaan – perbedaan itu antara lain :

1.   Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil
2.   Adanya ketidak seimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat (Pejabat Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini maka perlu diatur adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan Penggugat (orang atau badan hukum perdata), adalah dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.
3.   Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas.
4.   Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan Keputusan tata Usaha Negara yang digugat.
5.   Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang.
6.   Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait.
7.   Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim membuat putusannya.
8.   Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan dari sang Penggugat.
9.   Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiil denggan tujuan menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
   Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa hukum acara yang digunakan dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan di peradilan umum untuk perkara perdata, namum tidak begitu saja peraturan yang berlaku dalam Hukum Acara Perdata diterapkan dalam proses  Peradilan Tata Usaha Negara, karena hal ini dibatasi dengan prinsip dasar yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara, terutama yang menyangkut masalah kompetensi (kewenangan mengadili). Peradilan Tata Usaha Negara hanya berwenang mengadili sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa antara orang atau badan hukum dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa tentang sah atau tidaknya suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Gugat balik  (gugat reconvensi) dan gugat mengenai ganti rugi yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata, semestinya tidak ada dalam  Hukum  Acara Peradilan Tata Usaha Negara, karena dalam gugat balik bukan lagi Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat, tetapi adalah warga msasyarakat atau Badan Hukum Perdata. Sedang gugat ganti rugi sengketa tentang kepentingan hak, yang merupakan wewenang Peradilan Umum untuk mengadilinya. Sebaliknya berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang bertibdak sebagai penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara hanyalah orang atau Badan Hukum Perdata, sehingga tidak mungkin terjadi saling menggugat antara sesama Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Di Peradilan Tata Usaha Negara juga diberlakukan asas peradilan cepat, murah, dan sederhana semacam asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) seperti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana. Seorang Pejabat Tata Usaha Negara tetap dianggap tidak bersalah di dalam membuat suatu keputusan Tata Usaha Negara sebelum ada putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan ia salah membuat putusan Tata Usaha Negara.
 Peradilan Tata Usaha Negara juga mengenal peradilan in absentia  se bagaimana berlaku dalam peradilan Tindak  Pidana Khusus, dimana siding berlangsung tanpa hadirnya terugat. Menurut Pasal 72 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, bila tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan 2 kali berturt-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun setiap kali telah dipangil secara patut, maka hakim ketua siding dengan surat penetapan meminta atasan tergugat untuk memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan. Setelah lewat 2 bulan sesudah dikirimakn dengan surat tercatat penetapan dimaksud, tidak dieterima berita, baik dari atasan terugat maupun dari tergugat sendiri, maka hakim ketua siding menetapkan hari siding berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadir tergugat. Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya tetap dilakukan secara tuntas.[2]

Sumber Hukum Tata Usaha Negara ( Hukum Adminstrasi Negara )

Sumber-sumber formal Hukum Adminstarsi Negara adalah :
1.  Undang – Undang (Hukum Adminstrasi Negara tertulis)
2.  Praktik Adminsitrasi Negara (Hukum Administarsi Negara yeng merupakan kebiasaan)
3.  Yurisprudensi
4.  Anggapan para ahli Hukum Adminstrasi Negara
Mengenai undang-undang sebagai sumber hukum tertulis, berbeda dengan Hukum Perdata atau Hukum Pidana karena sampai sekarang Hukum Tata Usaha Negara belum terkodifikasi sehingga Hukum Tata Usaha Negara masih tersebar dalam berbagai ragam peraturan  perundang-undangan.
Dengan tidak adanya kodifikasi Hukum Tata Usaha Negara ini dapat menyulitkan para hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk menemukan hukum di dalam memutus suatu sengketa. Hal ini disebabkan karena Hukum Tata Usaha Negara  tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undang yang jumlahnya cukup banyak. Beberapa bidang Hukum Tata Usaha Negara yang banyak menimbulkan sengketa, misalnya bidang kepegawaian, agrarian, perizinan dan bidang perpajakan, yang semuanya tersebar dalam berbagai ragam peraturan perundang-undangan, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, samapai pada keputusan dan peraturan kepala daerah.
Menurut Donner kesulitan membuat kodifikasi Hukum Tata Usaha Negara disebabkan oleh:

1.   Peraturan-peraturan Hukum Tata Usaha Negara berubah lebih cepat dan sering secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan Hukum Privat dan Hukum Pidana berubah secara berangsur-angsur  saja.
2.    Pembuatan peraturan-peraturan Hukum Tata Usaha  Negara tidak berada dalam satu tangan.  Diluar pembuat undang-undang pusat, hamper semua depatemen dan semua pemerintah daerah swatantra membuat juga perauturan-peraturan Hukum Adminsitrasi Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi Negara beraneka warna dan tidak bersistem.[3]

Perbedaan HAPTUN dan Hukum Acara Perdata

No
Pembeda
HAPTUN
Acara Perdata
1
Subjek/Pihak
badan/Pejabat TUN lawan warga masyarakat
Warga masy. Lawan warga masyarakat
2
Pangkal sengketa
Ketetapan tertulis pejabat
Kepentingan perdata warga masyarakat
3
Tindakan
Perbuatan melawan hukum penguasa
Perbuatan melawan hukum masy. Wanprestasi
4
Peran hakim
Hakim aktif
Hakim pasif
5
Rekonvensi
Tidak dikenal
Dikenal, diatur

·      Kompetensi absolut : Kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian wewenang atau tugas (atribusi kekuasaan)
·      Kompetensi relatif : kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah hukum (distribusi kekuasaan)
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN tertentu dlm hal keputusan yg disengketakan itu dikeluarkan dlm waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yg membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku.

Latar Belakang
Ide dibentuknya  PTUN adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya.
-      Pembentukan Pratun bertujuan mengontrol secara yuridis tindakan pemerintah yang dinilai melanggar ketentuan administrasi ataupun perbuatan yang betentangan dengan hukum (abuse of power)
-      Eksistensi PTUN diatur dalam per-UUan yang khusus yakni UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
-      Sebelum diundangkan UU No. 9 tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak ada lembaga eksekutor.

Ketentuan Umum
1.    Administrasi negara
     TUN adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah
2.    Pejabat TUN
Badan atau pejabat TUN adalah Badan/pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku
3.    Perselisihan/sengketa
Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku.
4.    Keputusan TUN
Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum perdata
5.    Pengadilan
Pengadilan adalah pengadilan tata usaha negara, pengadilan tinggi TUN
6.    Para pihak yang berperkara/bersengketa (para subyek hukum dalam berperkara)
a.    Penggugat : yaitu pemohon, adalah orang atau badan hukum perdata yang mengajukan tuntutan terhadap badan atau pejabat TUN
b.    Tergugat : Pejabat/ badan TUN yang mengeluarkan keputusan berbentuk administrasi yang ada padanya yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata
-       UU No 5/1986 à PTUN
-       UU No 9/2004 à Perubahan UU No 5/1986
-       UU No 5/2009 à Perubahan kedua atas UU No 5/ 1986

Proses Berperkara
Gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat TUN
Surat Edaran MA/SEMA No 2 Tahun 1991 baggi pihak ketiga yang dituju langsung keputusan TUN tetapi dia merasa kepentingannya dirugikan, maka tenggang waktu 90 hari di hitung secara kasuistis, sejak ia mengetahui dan merasa dirugikan atas terbitnya keputusan TUN.
1.    Dismissal Procedure
Rapat permusyawaratan (DP) dilakukan sebelum pemeriksaan persidangan. Hal ini merupakan ke-khususan pemeriksaan di peradilan TUN yang dipimpin oleh ketua pengadilan atau hakim senior lainnya yang ditunjuk ketua pengadilan. Tujuan adalah untuk memutus apakah gugatan yang diajukan itu diterima atau tidak diterima.
2.    Pemeriksaan Persidangan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan kurang jelas
Hakim Wajib :
1.        Memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka 30 hari
2.        Dapat meminta penjelasan kepada badan/ pejabat TUN yang bersangkutan[4]





[1]Mumut,“Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”,dalam http://kicauan penaku.blogspot. com, diakses 26 November 2013.
[2]Reny Pradipta,”Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, dalam http://biyot. wordpress.com, diakses 26 November 2013.
[3]Jerry, “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” , dalam http://jerryfhunmul. blogspot.com, diakses 26 November 2013.
[4] Mumut, Op.Cit.

1 komentar:

  1. The 12 Best Coin Casino No Deposit Bonuses for Canadian Players
    Are you interested in finding some of the best No Deposit Casino งานออนไลน์ bonuses for Canadian players? We 인카지노 provide a list of the 12 Best No 제왕카지노 Deposit Casino bonuses for Canadian players

    BalasHapus