Senin, 31 Maret 2014

Hukum Acara Mahkamah Konstitusi


Pengertian
Mahkamah konstitusi adalah sebuah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan mahkamah agung. Hari lahir Mahkamah konstitusi sendiri yaitu pada tanggal 13 agustus 2003 dan MK sendiri diatur dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar NRI dan Undang Undang nomor 24 tahun 2003 mengenai Mahkamah konstitusi.
Yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945/ Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MK yakni ?
 Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
 Memutus Sengketa kewenangan antara lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
 Memutus sengketa hasil Pemilihan umum
 Memutus Pembubaran Partai Politik
 Memberikan Putusan terhadap usulan DPR terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kepala negara dan wakil kepala negara[1]

Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

·      UUD 1945
·      UU NO. 24 TAHUN 2003 (dan UU terkait);
·      PMK-PMK
·      PUTUSAN MK
·      Konvensi/Perjanjian Internasion• PMK Nomor 006/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
·      PMK Nomor 008/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.
·      PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
·      PMK Nomor 16/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
·      PMK Nomor 17/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden.
·      PMK Nomor 18/PMK/2009 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filing) Dan Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference).
·      PMK Nomor 19/PMK/2009 tentang Tata Tertib Persidangan.
·      PMK Nomor 21/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

Memahami sumber-sumber hukum acara  Mahkamah Konstitusi di atas, maka tampak sejumlah ketentuan yang menjadi sumber hukum acara pada Mahkamah Konstitusi yang meangacu pada kewenanga mengadili dari Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berwenang memutus
  • Pengujian UU terhadap UUD;
  • Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar Lembaga Negara;
  • Perselisihan Hasil Pemilu;
  • Pembubaran Partai Politik;
  • Pendapat DPR mengenai Pelanggaran Hukum Presiden dan/atau Wapres.

Dari setiap kewenangan mengadili yang dimiliki Mahkamah Konstitusi itu terdapat kekhususannya hukum acaranya masing-masing.[2]

Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman memiliki panduan dalam menjalankan persidangan. Panduan tersebut berupa asas-asas hukum yang digunakan sebagai pegangan bagi para hakim dalam menjalankan tugasnya mengawal konstitusi. Asas tersebut meliputi:

1.Persidangan terbuka untuk umum
Pasal 19 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa pengadilan terbuka untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini juga berlaku bagi persidangan pengujian undang-undang. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU MK menyatakan bahwa persdiangan terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Persidangan yang terbuka merupakan sarana pengawasan secara langsung oleh rakyat. Rakyat dapat menilai kinerja para hakim dalam memutus sengketa konstitusional.

2. Independen dan imparsial
MK merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang bersifat mandiri dan merdeka. Sifat mandiri dan merdeka berkaitan dengan sikap imparsial (tidak memihak). Sikap independen dan imparsial yang harus dimiliki hakim bertujuan agar menciptakan peradilan yang netral dan bebas dari campur tangan pihak manapun. Sekaligus sebagai upaya pengawasan terhadap cabang kekuasaan lain. Selain itu hakim MK juga menjunjung tinggi konstitusi sebagai bagian dalam sengketa pengujian undang-undang. Apabila hakim tidak dapat menempatkan dirinya secara imbang merupakan penodaan terhadap konstitusi.

3. Peradilan cepat, sederhana, dan murah
Pasal 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan bahwa peradilan harus dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam prakteknya MK membuat terobosan besar dengan menyediakan sarana sidang jarak jauh melalui fasilitas video conferrence. Hal ini merupakan bagian dari upaya MK mewujudkan persidangan yang efisien.

4. Putusan bersifat erga omnes
Berbeda dengan peradilan di MA yang bersifat inter partes artinya hanya mengikat para pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum. Pengujian undang-undang di MK merupakan peradilan pada ranah hukum publik. Sifat peradilam di MK adalah erga omnes yang mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

5. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem)
Dalam berperkara semua pihak baik pemohon atau termohon beserta penasihat hukum yang ditunjuk berhak menyatakan pendapatnya di muka persidangan. Setiap pihak mempunyai kesempatan yang sama dalam hal mengajukan pembuktian guna menguatkan dalil masing-masing.

6. Hakim aktif dan pasif dalam persidangan
Karakteristik peradilan konstitusi adalah kental dengan kepentingan umum ketimbang kepentingan perorangan. Sehingga proses persidangan tidak dapat digantungkan melulu pada inisiatif para pihak. Mekanisme constitutional control harus digerakkan pemohon dengan satu permohonan dan dan dalam hal demikian hakim bersifat pasif dan tidak boleh aktif melakukan inisiatif untuk melakukan pengujian tanpa permohonan.

7. Ius curia novit
Pasal 16 UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan pengadilan tidak boleh menolak memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih tidak ada dasar hukumnya atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan demikian pengadilan dianggap mengetahui hukum. Asas ini ditafsirkan secara luas sehingga mengarahkan hakim pada proses penemuan hukum (rechts vinding) untuk menemukan keadilan.[3]



[1]Supriyadiadhi,”hukum acara mahkamah konstitusi”, dalam http://suriyadiadhi.blogspot.com, diakses 5 Desember 2013.

[2]Syahri,”Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, dalam http://teori-nyata.blogspot.com, diakses 5 Desember 2013.

[3]Fatahilla,”asas hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, dalam http://fatahilla. blogspot.com, diakses 5 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar