Senin, 31 Maret 2014

Hukum Pidana


Pengertian
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh UU dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana.Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:[1]
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:[2]
1. Dalam arti luas:
Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;

2. Dalam arti sempit:
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan.Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana.Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objek tif (ius poenale). Dengan kata lainius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.

Prof. Edmund Mezger[3]
Hukum Pidana adalah aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana. 
Prof. WPJ. Pompe
Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menetukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu.
Prof. Simons
 Hukum Pidana adalah keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas pelanggarannya oleh Negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan keseluruhan dari peraturan dimana syarat-syarat mengenai akibat hukum itu telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri.
Sementara Simon mengemukakan bahwa : “strafbaarfeit adalah suatu perbuatan yang diancam pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dipertanggung jawabkan atas perbuatannya itu.”
Prof. Moeljatno[4] 
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1.   Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut (Criminal Act);
2.Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan (Criminal Liability/Criminal Responsibility);
3.Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang disangkakan telah melanggar larangan tersebut (Criminal Procedure).
Prof. W. L. G. Lemaire[5]
Hukum Pidana adalah hukum yang terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. 

Prof. W. F. C. Van Hattum
Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peaturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. 
Prof. C. S. T. Kansil[6]
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum
Adapun yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T kansil adalah:
a) Badan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga-lembaga negara, pejabat negara,pegawai negeri,undang-undang,peraturan pemerintah dan sebagainya.
b) Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.
Hazewinkel-suringa[7] 
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang pelanggarannya diancam dengan pidana( sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.
Prof. Wirjono Prodjodikoro[8]
Hukum pidana adalah Peraturan hukum mengenai pidana.Kata pidana berarti hal yang dipidanakan yaitu oleh instansi yang berkuasa. Dengan kata lain, jika pengertian hukum itu berupa peraturan maka isi dari peraturan itu oleh beliau adalah peraturan pidana yang biasanya di buat oleh Penguasa. Hal ini termakna pula seperti yang dikemukan oleh Pompe, Utrecht, bahwa hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu.
Prof. Ronald Salawane
Menurut Prof. Ronald Salawane, hukum pidana adalah hukum yang terdiri dari perintah dan larangan yang tujuannya adalah menegakan keadilan, ketertiban umum dan kepastian hukum dimana sanksi atas pelanggaran terhadap aturan-aturan itu berupa pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Daliyo, dkk 
Hukum Pidana adalah hukum mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,perbuatan pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan bagi yang bersangkutan.

Asas-Asas Hukum Pidana
Asas Legalitas (pasal 1 ayat (1) KUHP)Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali,yang artinya tidak ada delik, tidak ada pidanatanpa pidana yang mendahuluinya.[9]

Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang dimaksud dalam asas legalitas yaitu :
-Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
-Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif.
-Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.[10]

Asas teritorial (pasal 2 KUHP)“Aturan pidana dalam perundang-undangan pidana Indonesia berlaku bagi setap orang yang melakukan perbuatan pidana dalam wilayah Indonesia”.
Asas nasionalitas aktf (pasal 5 KUHP) berpatokan pada status kewarganegaraan sipelaku yang mengandung sistem ataupandangan bahwa hukum pidana Indonesiamengikut warga negaranya yang berada diluarnegeri. Hal ini juga bermaksud menunjukkanbahwa Indonesia adalah negara yangberdaulat.
• Asas nasionalitas pasif (pasal 4 KUHP), mengikut perbuatannya sepanjangmengancam dan merugikan kepentngannasional maka aturan pidana Indonesia dapatditerapkan kepadanya.
• Asas Universal, Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentngan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia.[11]
       
Sumber Hukum Pidana

• Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
– Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
– Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
– Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
• UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi
• UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
• UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.



[1]Sufla,”pengertian hukum pidana”,dalamhttp://suflasaint. blogspot. com, diakses 7 Oktober 2013
[2]Sudarto, “Hukum Pidana I”, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990), h. 10.
[3]Muh Ihsan P,”pengertian hukum pidana menurut para ahli”,dalamhttp://iccank- parakkasi. blogspot. com, diakses 7 Oktober 2013
[4]Prof. Moeljatno, Asas-Asas hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 1
[5]P. A. F. Lamintang,”Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia”, (bandung : sinar baru, 1984) hal 1-2
[6]Pipin Syarifin, SH, “Hukum Pidana di Indonesia”, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 14-15
[7]Andi Hamzah,” azas-azas hukum pidana”, (Jakarta: rineka cipta, 1991) Hal. 4
[8]Muh ihsan Parakkasi Op.cit
[9]Herlindah, asas-asas hukum pidana, dalam htp://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id, diakses 7 Oktober 2013
[10]Arief Zein,” asas-asas hukum pidana”, dalam http://minsatu.blogspot.com, diakses 7 Oktober 2013
[11]Herlindah Op.cit 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar