Senin, 31 Maret 2014

Hukum Agraria


Pengertian
Hukum Agraria pasti berbicara tentang hukum soal tanah, demikian kebanyakan kita berpikir mengenai agraria yang sering diperbincangkan. Karena istilah agraria memang identik dengan persoalan tanah. Demikian pula dengan hukum agraria. Ketika mendengarnya kita langsung menyamakan dengan pengaturan atas tanah berdasarkan peraturan yang ada. Dan hal ini tidak sepenuhnya salah ketika mengidentikkan hukum tentang tanah dengan hukum agraria.
Hukum Agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Dalam bahasa latin, agraria yang sering di sebut dengan “ager” mempunyai arti tanah atau sebidang tanah. Dalam bahasa latin pula kata “agrarius” berarti persawahan atau perladangan atau bisa juga pertanian. Jika kita buka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa “Agraria” berarti urusan pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan atas tanah. Sedang dalam bahasa inggris istilah agraria atau sering disebut dengan “agrarian” yang berarti tanah dan sering dihubungkan dengan berbagai usaha pertanian.[1]

Definisi tentang agraria yang demikian, sangat berlainan dengan pengertian agraria yang termaktub dalam Undang-Undang Pokok Agraria (Hukum Agraria) yang memberikan pengertian agraria dalam arti yang lebih luas, ialah bahwa agraria meliputi bumi, air, dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hukum agraria yang berarti sangat luas tersebut berdasarkan berbagai rumusan dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, baik di dalam konsiderans, pasal dan penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria atau sering kita sebut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA No.5/Tahun 1960).

Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dalam menerangkan tentang hukum agraria diantaranya adalah: Gouwgiokssiong dalam Buku Agrarian Law 1972, mendefinisikan bahwa hukum agraria merupakan hukum yang identik dengan tanah, hukum agraria dalam arti yang sempit.

Dalam buku Pengantar dalam Hukum Indonesia 16, W.L.G Lemaire dalam buku Het Recht in Indonesia 1952 membicarakan hukum agraria adalah suatu kelompok hukum bulat yang meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
E. Utrecht memberikan pengertian yang sama terhadap hukum agraria dan hukum tanah. Dia berpendapat bahwa hukum agraria (hukum tanah) menjadi bukum tata usaha negara.[2]
Sedang Bachsan Mustafa, SH., memberikan pengertian bahwa hukum agraria adalah sebagai himpunan peraturan yang mengatur bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan tugas di bidang keagrariaan.
Dan Boedi Harsono, memberikan pengertian terhadap hukum agraria bahwa hukum agraria bukan hanya satu perangkat bidang hukum semata. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang mengatur penguasaan atas berbagai sumber daya alam tertentu yang termasuk di dalam pengertian agraria.
Dari berbagai pengertian tentang hukum agraria di atas, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya hukum agraria mempunyai pengertian baik dalam pengertian hukum agraria secara luas maupun pengertian hukum agraria secara sempit.

Sumber Hukum Agraria

1. Sumber Hukum Tertulis.[3]
a.Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3). Di mana dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negaradan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
b.Undang-undang Pokok Agraria.Undang-undangg ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara nomor 2043.
c. Peraturan perundang-undangan di bidang agraria :
1). Peraturan pelaksanaan UUPA
2). Peraturan yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktik.
d. Peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan/Pasal  Peralihan, masih berlaku.

2. Sumber Hukum Tidak Tertulis.
a. Kebiasaan baru yang timbul sesudah berlakunya UUPA, misalnya :
1).Yurisprudensi;
2).Praktik agraria.
b. Hukum adat yang lama, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu cacat-cacatnya telah dibersihkan.

Asas Hukum Agraria

Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.[4]
Asas dikuasai oleh Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)

Asas hukum adat yang disaneer
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.

Asas fungsi social
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA).
Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI  baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah.

Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA).

Asas unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.[5]

Hak-hak atas tanah
Hak milik
Dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah yaitu pasal 20-27 UUPA
Mempunyai sufat turun temurun
Terkuat dan terpenuh
Mempunyai fungsi social
Dapat beralih atau dialihkan
Dibatasi oleh ketentan sharing (batas maksimal) dan dibatasi oleh jumlah penduduk
Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama kepemilikan itu sah berdasar hukum
Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum tertentu

Hak guna bangunan
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 29 UUPA untuk perusahaan pertanian atau peternakan.
Jangka waktu 25 tahun dan perusahaan yang memerlukan waktu yang cukup lama bisa diberikan selama 35 tahun
Hak yang harus didaftarkan
Dapat beralih karena pewarisan
Obyek HGU yaitu tanah negara menurut pasal 28 UUPA jo pasal 4 ayat 2, PP 40/96

Apa bila tanah yang dijadikan obyek HGU tersebut merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi maka terhadap tanah tersebut perlu dimintakan dulu perlepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan (pasal 4 ayat 2 UUPA, PP 40/96).
Apabila tanah yang dijadikan obyek HGU adalah tanah yanh sah mempunyai hak maka hak tersebut harus dilepaskan dulu (pasal 4 ayat 3, PP 40/96)
Dalam hal tanah yang dimohon terhadap tanaman dan atau bangunan milik orang lain yang keberadaannya atas hak ayang ada maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru (pasal 4 ayat 4, PP 40/96)
Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan pengujian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta  dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
-Data fisik adalah keterangan atas letak, batas, luas, dan keterangan atas bangunan.
-Persil adalah nomor pokok wajib pajak.
-Korsil adalah klasifikasi atas tanah.
-Data yuridis adalah keterangan atas status hokum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban lain yang membebaninya.
Dasar hukum pendaftaran tanah :[6]
UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.
PP No 10/1997 tentang pendaftaran tanah dan dig anti dengan PP No 24/1997
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 PP 24/1997 yaitu memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :

-Kepastian hukum atas obyek atas atas tanahnya yitu letak, batas dan luas.
-Kepastian hukum atas subyek haknya yaitu siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan badan hukum)
-Kepastian hukum atas jenis hak atas tanahnya (hak milik, HGU, HGB)

Tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP 24 Tahun 1997)
-Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
-Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang mudah terdaftar.
-Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
-Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
-Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
-Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam satuan-satuan rumah susun.
-Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
-Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
-Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.
-Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
-Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
-Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya
-Fungsi wakaf (pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.[7]



[1]Purwanto,”pengertian hukum agraria”.dalam http://politikagraria. blogspot.com, diakses 17 November 2013.
[2]Muhammad haris,”pengertian dan asas hukum agraria”,dalam http:// harisbanjarmasin. blogspot .com, diakses 17 November 2013.

[3]Putri Julaiha,”hukum agraria”, dalam http://putrijulaiha.wordpress .com,diakses 17 November 2013.
[4]Ayu,”hukum agrarian suatu pengantar”,dalam http://wonkdermayu. wordpress. com, diakses 17 November 2013.

[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar